Sepintas pohon memang terlihat seperti tidak bergerak. Tetapi, cobalah bandingkan pohon yang sama pada hari ini dengan satu tahun yang akan datang. Pasti berbeda. Baik dari segi tingginya, besar anggota tubuhnya, warnanya dan lain-lainnya. Sampai di sini kita semua mafhum. Alias paham.
Itu semua terjadi dengan proses yang alami. Pohon tidak pernah mengeluh. Ia bekerja dalam diamnya. Dalam sepi yang panjang. Namun jelas, ia tetap bertumbuh. Ia tidak pernah terpengaruh dengan segala hal yang terjadi padanya. Angin-angin yang datang untuk mengoyaknya. Burung-burung yang dengan iseng menyemprotkan kotorannya. Gempa dahsyat yang melandanya. Manusia-manusia yang jahil padanya. Banjir besar yang menggenanginnya. Dan banyak lagi cobaan-cobaan lainnya. Namun, itu semua mereka terima dengan hati yang sabar dan lapang dada. Dan berkat kesabarannya itulah ia tumbuh semakin kuat dan membesar.
Jika kita tilik lebih jauh. Berkat kesabarannya itulah mereka produktif. Kita bisa menikmati mulai dari daunnya, batangnya, buahnya, hingga akarnya. Itu semua tidak terlepas dari kesabarannya menghadapi godaan-godaan hidup yang terjadi padanya.
Ia tidak pernah membalas kekejaman makhluk lainnya pada dirinya. Namun, ia membalasnya jauh lebih manis dari siapapun juga. Burung-burung yang kurang ajar itu. Ia balas dengan memberikan madunya. Ia balas dengan membiarkannya hidup, hinggap dan membuat sarang di dahan-dahannya. Manusia yang tak tahu diri itupun mampu menikmati banyak manfaat darinya. Memang dasar manusia aja yang sering ga tau diri.
Ia tumbuh dengan sabar. Setiap hari, setiap detik, setiap waktu. Ada atau tidak ada makhluk lain yang memuji atau memperhatikannya. Ia tidak pernah terpengaruh barang secuilpun. Daunnya tetap acuh mengabaikan segala sesuatunya. Tapi jelas ia tetap bertumbuh dengan memanfaatkan sinar matahari di kala siang hari. Akarnya tetap menjalar, merambat menembus pusat bumi, demi menopang kehidupannya. Ia tetap sabar menunggu sinar mentari di siang hari, meskipun malam terkadang datang mengganggunya untuk menikmati itu semua. Ia tetap sabar menanggung beban air hujan yang terus menyiksanya. Terkadang terlihat ia tak kuat untuk menahan itu semua. Roboh, lunglai, dahan-dahan yang patah, daun yang layu. Namun tunggulah beberapa saat. Berkat kesabarannya ia mampu untuk bangkit kembali.
Benarkah gempa mampu mengalahkannya? Sepintas ya mereka dapat menghancurkannya. Tapi tidak, meskipun ia harus roboh, akarnya pun tetap bisa hidup untuk memberikan asupan makanan kepada seluruh anggota tubuhnya. Sekali lagi, meskipun anggota tubuhnya remuk redam. Akar itu tetap mampu menopang proses kehidupannya secara keseluruhan.
Berkat kesabarannya pulalah kita bisa menikmati keindahan dirinya. Bunga-bunganya apabila telah merekah, bentuk tubuhnya (batangnya) yang lansing semampai dan demikian runyam. Memberikan satu pelajaran seni alami kepada kita semua.
Dan kita bisa melihat bahwa meskipun ia dilahirkan di lingkungan yang buruk. Ia tetap bisa bertumbuh.
“Bunga cinta yang indah dan harum, tidak tumbuh di atas bunga yang harum juga, melainkan tumbuh di atas tai sapi yang kerap berbau amat tak sedap”. (Gede Prama).
Dan masih banyak kesabaran-kesabaran yang lain yang mereka punya. Nah, pertanyaannya sekarang. Bagaimana dengan kita, sudahkah kita memiliki kesabaran layaknya sebuah pohon?
0 komentar:
Posting Komentar